PERENCANAAN
PENINGKATAN RUAS JALAN DI KECAMATAN BLEGA KABUPATEN BANGKALAN SETELAH ADANYA
JEMBATAN SURAMADU
Dengan semakin
berkembangnya pola hidup masyarakat dalam era globalisasi yang modern ini
banyak kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan seperti dalam bidang ekonomi dan
industri. Maka jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk
menunjang hal tersebut. Jalan merupakan suatu konstruksi bangunan sipil yang
berfungsi sebagai prasarana yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia,
karena dengan adanya jalan yang memadai maka dapat memperlancar pelayanan
distribusi barang, dan jasa serta untuk pengembangan wilayah sekitar.
Ruas jalan yang ada di
pulau Madura khususnya jalan selatan yang biasanya selalu dilewati oleh
kendaraan mulai roda dua, roda empat bahkan kendaraan berat. Ruas jalan
mempunyai lebar existing 5 - 7 meter ini sering mengalami masalah transportasi,
diantaranya:
·
Kondisi permukaan aspal rusak dimana hampir sepanjang jalan dijumpai
retakan-retakan dan bergelombang.
·
Kondisi lalu lintas pada waktu dan hari-hari tertentu terjadi kemacetan
karena adanya alasan, mulai dari pasar tumpah sampai adanya permintaan amal
untuk tempat peribadatan di ruas jalan.
Jumlah total kendaraan
yang terdapat pada suatu arus lalu lintas sangat berpengaruh pada waktu tempuh
dan biaya perjalanan pengendara, serta kebebasannyauntuk melakukan maneuver
dengan dengan aman pada tingkat kenyamanan pada kondisi dan tata letak jalan
tertentu. Konsep mengenai kinerja ini telah membawa pada suatu definisi
mengenai kapasitas operasi dalam dalam hal kriteria tingkat pelayanan.
Sebagai berikut data yang
diperoleh akan diolah menurut ilmu yang didapat dalam pengajajaran Statistika
Terapan.
Analisa
Kapasitas
untuk
kebutuhan pelebaran jalan maka diperlukan langkah-langkah analisis kapasitas
sebagai berikut:
a)
Kapasitas dasar
Merupakan jalan luar kota
yang kapasitas dasar (Co) kondisi existingnya yaitu 2 lajur 2 arah terbagi (2/2
D), dapat dilihat pada tabel 2.1.1 MKJI 1997 hal 6-65
Tipe jalan / Tipe alinyemen
|
Kapasitas dasartotal kedua arah smp/jam
|
Dua-lajur tak-terbagi
1.
Datar
2.
Bukit
3.
Gunung
|
3100
3000
2900
|
Tabel 2.1 1 Kapasitas dasar pada jalan
luar kota 2-lajur 2-arah tak-terbagi(2/2 UD)
b)
Faktor penyesesuaian
kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (Few) dapat dilihat pada tabel 2.1.2
MKJI 1997 hal 6-66
Menetapkan faktor penyesesuaian akibat lebar jalan lalu lintas berdasar
pada lebar efektif jalur lalu lintas, tidak termasuk bahu jalan.
Tipe jalan
|
Lebar efektif jalur-lalu-lintas (Wc) (m)
|
FCw
|
Dua-lajur tak-terbagi
|
Total kedua arah
5 |
0,69
|
6
|
0,91
|
|
7
|
1,00
|
|
8
|
1,08
|
|
9
|
1,15
|
|
10
|
1,21
|
|
11
|
1,27
|
Tabel 2.1 2 Faktor penyesesuaian
kapasitas akibat lebar jalur lalu-lintas (FCw)
c)
Faktor penyesesuaian
kapasitas akibat pemisahan arah (FCsp)dapat dilihat pada tabel 2.1.3 MKJI 1997
hal 6-67
Pemisahan arah SP %-%
|
50-50
|
55-45
|
60-40
|
65-35
|
70-30
|
|
FCspb
|
Dua-lajur 2/2
|
1,00
|
0,97
|
0,94
|
0,91
|
0,88 |
Empat-lajur 4/2
|
1,00
|
0,975
|
0,95
|
0,925
|
0,90 |
Tabel 2.1 3 Faktor penyesesuaian
kapasitas akibat pemisahan arah (FCsp)
d)
Faktor penyesesuaian
akibat hantaman samping (FCsf) dapat dilihat pada tabel 2.1.4 MKJI hal 6-68
Tipe
Jalan
|
Kelas hambatan samping
|
Faktor penyesesuaian akibat hambatan
samping (FCsf)
|
|||
Lebar bahu efektif Ws
|
|||||
2/2 UD
4/2 UD
|
VL
|
0,97
|
0,99
|
1,00
|
1,02
|
L
|
0,93
|
0,95
|
0,97
|
1,00
|
|
M
|
0,88
|
0,91
|
0,94
|
0,98
|
|
H
|
0,84
|
0,87
|
0,91
|
0,95
|
|
VH
|
0,80
|
0,83
|
0,88
|
0,93
|
Tabel 2.1 4 Faktor penyesesuaian kapasitas
akibat hambatan samping (FCsf)
e)
Penentuan kapasitas pada
kondisi lapangan
Rumus yang digunakan:
Dimana
C : Kapasitas
Co : Kapasitas dasar
Co : Kapasitas dasar
FCw : Faktor penyesesuaian akibat lebar jalur lalu lintas
FCsp : Faktor penyesesuaian akibat pemisah
arah
FCsf : Faktor penyesesuaian akibat hambatan
samping
f)
Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan adalah ratio arus terhadap
kapasitas yang digunakan sebagai factor kunci dalam penentuan perilaku lalu
lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan
menunjukkan apakah segmen jalan tersebut layak digunakan atau tidak.
Rumus yang digunakan adalah:
Dimana:
DS : Derajat kejenuhan
Q : Arus total lalu lintas
C : Kapasitas
Syarat,
2.2 Penentuan Tebal Perkerasan Pelebaran Jalan
Tebal perkerasan suatu jalan pada umumnya dipengaruhi oleh berat
kendaraan yang lewat, kekuatan komponen dibawahnya, umur rencana dan material
yang digunakan.
Penentuan tebal perkerasan adalah sebagai berikut:
·
Menentukan DDT, dengan melihat korelasi DDT dengan CBR
yang nomogram
·
Menetukan jalur rencana
·
Menentukan koefisien distribusi kendaraan untuk
kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana
·
Menentukan angka ekivalen dari suatu beban sumbu
kendaraan
·
Menentukan LHR rencana dan akhir umur rencana
·
Menentukan Faktor Regional (FR), dapat digunakan
daftar IV
·
Menentukan LEP (Lintas Ekivalen Permulaan) dengan rumus:
Menentukan LEP (Lintas Ekivalen Permulaan) dengan rumus:
·
Menetukan LEA (Lintas Ekivalen Akhir) dengan rumus:
Menetukan LEA (Lintas Ekivalen Akhir) dengan rumus:
·
Menentukan LET (Lintas Ekivalen Tengah) dengan rumus:
Menentukan LET (Lintas Ekivalen Tengah) dengan rumus:
·
Menentukan LER (Lintas Ekivalen Rencana) dengan rumus:
Menentukan LER (Lintas Ekivalen Rencana) dengan rumus:
Dimana, FP (Faktor Penyesesaian) =
·
Menentukan Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan
nilai dari pada kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan. Adapun beberapa
nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:
IP=1.0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan
rusak berat sehingga sangat menganggu lalu lintas.
IP=1.5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih
mungkin (jalan tidak terputus).
IP=2.0 : Tingkat pelayanan rendah jalan yang
masih mantap.
IP=2.5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup
stabil dan baik,
Dalam
menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis
lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur
rencana menurut daftar VI dibawah ini:
Jenis
Lapis Permukaan
|
IPo
|
Roughness
*) (mm/km)
|
LASTON
|
3.9-3.5
|
|
LASBUTAG
|
3.9-3.5
3.4-3.0 |
|
HIRA
|
3.9-3.5
3.4-3.0
|
|
BURDA
|
3.9-3.5
|
|
BURTU
|
3.4-3.0
|
|
LAPEN
|
3.4-3.0
2.9-2.5
|
|
LATASBUNG
|
2.9-2.5
|
|
BURAS
|
2.9-2.5
|
|
LATASIR
|
2.9-2.5
|
|
JALAN
TANAH
|
|
|
JALAN
KERIKIL
|
|
Sumber:
metode Analisa Komponen Bina Marga. SKBI.2.3.26.1987;
Dalam
menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu diperhatikan
faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana
(LER), menurut daftar dibawah ini:
LER =
Lintas Ekivalen Rencana *)
|
Klasifikasi
jalan
|
||||
Lokal
|
Kolektor
|
Arteri
|
Tol
|
||
< 10
|
1.0-1.5
|
1.5
|
1.5-2.0
|
-
|
|
10-100
|
1.5
|
1.5-2.0
|
2.0
|
-
|
|
100-1000
|
1.5-2.0
|
2.0
|
2.0-2.5
|
-
|
|
>1000
|
-
|
2.0-2.5
|
2.5
|
2.5
|
|
Catatan: Pada proyek-proyek penunjang
jalan,JAPAT/Jalan murah, atau jalan darurat maka IP dapat 1.0
·
Menentukan ITP dengan menggunakan nomogram
·
Menentukan koefisien kekuatan relative
Koefisien kekuatan relative (a)
masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pomdasi, pondasi
bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan
dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Koefisien Kekuatan Relatif
|
Kekuatan Bahan
|
Jenis Bahan
|
||||
A1
|
A2
|
A3
|
MS
(kg)
|
Kt (Kg/cm)
|
CBR
%
|
|
0.4
|
-
|
-
|
744
|
-
|
-
|
Laston
|
0.35
|
-
|
-
|
590
|
-
|
-
|
|
0.32
|
-
|
-
|
454
|
-
|
-
|
|
0.3
|
-
|
-
|
340
|
-
|
-
|
|
0.35
|
-
|
-
|
744
|
-
|
-
|
Lasbutag
|
0.31
|
-
|
-
|
590
|
-
|
-
|
|
0.28
|
-
|
-
|
454
|
-
|
-
|
|
0.26
|
-
|
-
|
340
|
-
|
-
|
|
0.3
|
-
|
-
|
340
|
-
|
-
|
HRA
|
0.26
|
-
|
-
|
340
|
-
|
-
|
Aspal Macadam
|
0.25
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lapen (Mekanis)
|
0.2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lapen (Manual)
|
-
|
0.28
|
-
|
590
|
-
|
-
|
|
-
|
0.26
|
-
|
454
|
-
|
-
|
Laston Atas
|
-
|
0.24
|
-
|
340
|
-
|
-
|
|
-
|
0.23
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lapen (Mekanis)
|
-
|
0.19
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Lapen (Manual)
|
-
|
0.15
|
-
|
-
|
22
|
-
|
Stab tanah dengan semen
|
-
|
0.13
|
-
|
-
|
18
|
-
|
|
-
|
0.15
|
-
|
-
|
22
|
-
|
Stab tanah dengan kapur
|
-
|
0.13
|
-
|
-
|
18
|
-
|
Batu pecah (kelas A)
|
-
|
0.14
|
-
|
-
|
-
|
100
|
Batu pecah (kelas B)
|
-
|
0.13
|
-
|
-
|
-
|
80
|
Batu pecah (kelas C)
|
-
|
0.12
|
-
|
-
|
-
|
60
|
Sirtu/pitrun (kelas A)
|
-
|
-
|
0.13
|
-
|
-
|
70
|
Sirtu/pitrun (kelas A)
|
-
|
-
|
0.12
|
-
|
-
|
50
|
Sirtu/pitrun (kelas B)
|
-
|
-
|
0.11
|
-
|
-
|
30
|
Sirtu/pitrun (kelas C)
|
-
|
-
|
0.1
|
-
|
-
|
20
|
Tanah/lempung kepasiran
|
Sumber: Metode Analisa Komponen Bina
Marga. SKBI.2.3.26.1987;
·
Tebal minimum perkerasan
Lapis permukaan
ITP
|
Tebal
minimum (cm)
|
Bahan
|
<3.00
3.00-6.70
6.71-7.49
7.50-9.99
|
5
|
Lapis
pelindung : (buras/burtu/burda)
|
5
|
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
|
|
7.5
|
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
|
|
7.75
|
Lasbutag,
Laston
|
|
10
|
Laston
|
Sumber: metode Analisa Komponen Bina Marga.
SKBI.2.3.26.1987;
Lapis pondasi
ITP
|
Tebal
minimum (cm)
|
Bahan
|
<3.00
|
5
|
Batu
pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur
|
3.00-7.49
|
20*)
15
|
Batu
pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur
Laston
atas
|
7.50-9.99
|
20
15
|
Batu
pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam
Laston
atas
|
10-12.14
|
20
|
Batu
pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam, lapen
Laston
atas
|
|
25
|
Batu
pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam, lapen
Laston
atas
|
Sumber: metode Analisa Komponen Bina Marga. SKBI.2.3.26.1987;
*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk
pondasi bawah digunakan material berbutir kasar
Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum
adalah 10 cm.
2.3 Perencanaan Tebal Lapis Ulang (Overlay)
·
Faktor umur rencana
Dimana:
N : Faktor Umur
Rencana
n : Umur rencana
R : Perkembangan lalu
lintas (%)
·
Jumlah lalu lintas secara akumulatif secara umur rencana
Jumlah lalu lintas secara akumulatif secara umur rencana
·
Perhitungan tebal overlay dengan metode lendutan balik
Perhitungan tebal overlay dengan metode lendutan balik
Dimana:
d : lendutan
balik (mm)
d1 : pembacaan
awal (mm)
d2 : pembaca
antara
d3 : pembaca akhir
ft : faktor
penyesesuaian temperature lapis permukaan
t1 : pemakai grafik
tp : temperatur
permukaan
tt : temperatur
tengah
tb : temperatur
bawah
·
Perhitungan faktor keseragaman lendutan balik
Dimana:
Fk :
nilai yang menyatakan prosentase besaran lendutan balik dalam satu segmen yang
kurang seragam
S :
standar deviasi
d :
lendutan balik rata-rata
Dimana
Nilai Fk
|
Keadaan
|
<15%
15-20%
20-25%
25-30%
30-40%
>40%
|
Sangat seragam
Seragam
Baik
Cukup
Jelek
Tidak seragam
|
·
Menentukan lendutan yang mewakili (D)
a.
Untuk jalan arteri D = d + 2s
b.
Untuk jalan kolektor D = d + 1,64s
c.
Untuk jalan lokasi D = d +1,28s
·
Umur rencana jalan
Umur rencana jalan
Dimana:
i : Pertumbuhan
lalu lintas
n : Umur rencana
.
.
by : Moh. Hadiyatullah ( 3112030057 )
Supaya anda tidak dianggap plagiat, tolong dicantumkan sumber tulisan ini, dan dibuat contoh ringkas artikel di atas agar bisa dibantu penyelesaian permasalahannya dengan statistika
BalasHapusMoh. Hadiyatullah :
BalasHapusDepartemen Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga “Manual Kapasitas Jalan Indonesia”. 1987
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, dengan Metode Analisa Komponen”. 1987
untuk penempatan layout rumus maaf bapak,, masih akan saya perbaiki karena ada kesalahan dalam pemblukasian...